Polemik tentang keistimewaan Yogyakarta kian memanas, seiring dengan hasil sidang rakyat hari senin lalu yang dilegalisasi DPRD DIY untuk tetap menetapkan Sultan sebagai gubernur. Disisi lain pemerintah justru kian ngotot mempertahankan pemikirannya untuk mengisi jabatan gubernur melalui pemilu. Berbagai bencana tampaknya belum ingin beranjak dari bumi Yogyakarta. Belum pulih sepenuhnya akibat terjangan gempa tahun 2006 yang menyebabkan ribuan korban jiwa berjatuhan dan rumah warga porak poranda, kemudian disusul oleh bencana akibat erupsi merapi beberapa waktu yang lalu yang juga menyebabkan ratusan korban jiwa dan puluhan desa rata dengan abu. Kini ancaman bencana baru sedang mengintai Yogyakarta, berbeda dengan bencana sebelumnya yang disebabkan karena faktor alam maka ancaman bencana kali ini lebih banyak berkaitan dengan persoalan politik namun akibatnya tak kalah hebat yaitu berpotensi merusak harga diri, kerukunan dan ketentraman rakyat Yogya. Dan semua potensi bencana politik ini bersumber dari kengototan pemerintah untuk memaksakan disahkannya RUU keistimewaan Yogyakarta yang isinya dianggap tidak sesuai dengan kehendak masyarakat Yogya dan bersifat ahistoris.
Disinformasi
Beragam pendapat dan sikap kemudian bermunculan dari berbagai pihak sehingga menyebabkan situasi Yogyakarta kian memanas. Ada pihak yang pro pemerintah namun lebih keras pihak yang menentang. Aura penentangan bahkan ditunjukkan oleh penduduk di Yogyakarta dengan beramai-ramai mengibarkan bendera Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat hingga berbagai pelosok pedesaan sebagai simbol dukungan mereka terhadap eksistensi dan sikap keraton. Berbagai korban politik juga mulai berjatuhan, dimulai dengan pengunduran diri GPIH Prabukusumo adik Sri Sultan Hamengubuwono X sebagai ketua pengurus daerah Partai Demokrat. Disusul dengan desakan berbagai pihak agar para wakil rakyat dan pengurus partai yang berasal dari Yogyakarta termasuk Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Roy Suryo agar juga mundur dari partainya.
Munculnya berbagai sikap dan pendapat tentang RUUK Yogyakarta ini bukannya kian memperjelas persoalan namun sebaliknya justru kian memperpanas keadaan. Hal ini disebabkan karena berbagai sikap dan pendapat lebih sering diwarnai oleh ego posisi dan sudut pandang pribadi. Oleh karena perlu kiranya untuk mengurai lebih jernih persoalan ini secara subtantif dan bertahap sehingga akan membuat fokus persoalan menjadi kian jelas.
RUUK memang perlu
Amir Syamsudin dari Partai Demokrat yang pro pemerintah dalam berbagai perdebatan berulangkali mengarahkan pembicaraan akan pentingnya RUU keistimewaan Yogyakarta ini. Statement ini memang benar akan tetapi tidak tepat jika terus-terusan ditekankan untuk menjawab berbagai kritikan yang masuk karena dapat mengaburkan persoalan yang lebih subtantif yang diperdebatkan yakni tentang dilema posisi dan peran Keraton dan Gubernur. Pentingnya RUUK ini tidak perlu diperdebatkan dan ditekankan lagi karena ini sudah disepakati oleh semua pihak. Bahkan Sultan sendiri sudah menekankan pentingnya RUUK ini sejak beberapa tahun yang lalu, termasuk dengan rencana mundur dari jabatan gubernur jika pemerintah tidak serius menyelesaikannya.
Istimewa peran dan posisi