- Back to Home »
- jalan-jalan , pojok foto , sekitar kita »
- Dieng Culture Festival : Pesta Rakyat di Negeri Atas Awan
Posted by : ngatmow
7.02.2013
Berjalan menuju awan. itulah yang mungkin terpikir pertama kali saat kita bergerak naik menuju puncak Dieng. Perjalanan menanjak yang terkadang sangat curam akan membuat pengendara yang belum terbiasa bergidik dan mungkin "ngeper" duluan.
Pemandangan selama perjalanan menuju Dieng. Indah luar biasa. |
Dieng Culture Festival (DCF) yang menjadi acara tahunan di Dataran tinggi Dieng dipuncaki dengan prosesi adat pemotongan rambut gimbal oleh pemangku adat dan sesepuh desa (seringkali ditambah juga oleh pejabat kab. Banjarnegara) di komplek Candi Arjuna.
komplek Candi Arjuna |
Tentu saja dengan menyesuaikan kemampuan keluarga yang meruwat anak gimbalnya.
Candri Sembadra |
Maka, masyarakat Dieng lebih banyak memilih meruwat anak gimbalnya secara massal. Masyarakat ‘urunan’ gotong royong melakukan ruwatan. Biaya dan tenaga ruwatan ditanggung bersama. Tentunya, ruwatan secara massal ini juga akan lebih meriah. Ribuan masyarakat Dieng berbondong-bondong datang memenuhi lokasi. Bisa dikatakan, ruwatan massal sekaligus menjadi pesta rakyat Dataran Tinggi Dieng.
Sehingga dengan kata lain Ruwatan Anak Gimbal Dieng adalah berkah ekonomi bagi Dieng.
Candi Puntadewa |
Acara pemotongan rambut gimbal diawali dengan arak-arakan (kirab) bocah gimbal yang akan diruwat dari rumah pemangku adat menuju komplek candi.
Kirab
berjalan dengan mengelilingi kawasan Dieng sebagai upaya napak tilas.
Napak tilas ini menuju beberapa tempat, yaitu candi Dwarawati, komplek
candi Arjuna, candi Gatotkaca, candi Bima, sendang Maerokotjo, telaga
Balekambang, kawah Sikidang, komplek pertapaan Mandalasari, kali Kepek
dan komplek pemakaman Dieng. Pada saat kirab berjalan, para anak gimbal
akan dilempari beras kuning dan uang koin.
Kirab
lalu singgah ke Dharmasala untuk dilakukan jamasan Anak Gimbal di
Sendang Sedayu. Tatkala memasuki sendang Sedayu, anak-anak gimbal
berjalan dinaungi oleh Payung Robyong di bawah kain kafan panjang di
sekitar sendang sambil diiringi musik Gongso.
Di sana mereka akan didudukkan berjejer dengan ditemani orangtua dan barang-barang yang mereka minta sebagai syarat mau diruwat. sebagai informasi, apabila mereka mengajukan syarat tertentu maka mau tidak mau orang tua harus memenuhinya, sebab menurut kepercayaan yang ada jika permintaannya tidak terpenuhi maka rambut gimbalnya akan tumbuh lagi dan akan membawa malapetaka di kemudian hari.
Berat bagi orang tuanya dong ?
tidak juga. sebab apa yang diminta adalah hal-hal kecil yang mungkin bagi kita justru akan membuat tersenyum mendengarnya. bayangkan saja, pada prosesi lalu seorang anak bahkan hanya meminta dibelikan "tempe gembus" saja. Sedangkan seorang anak lainnya hanya meminta dibelikan topi dari sebuah supermarket di Wonosobo.
kembali ke prosesi, setelah duduk berjejer mereka kemudian akan dijamas atau dibasuh dengan menggunakan kembang tujuh rupa (sapta warna) dan air dari Tuk Bimalukar, Tuk Sendang Buana (Kali Bana), Tuk Kencen, Tuk Goa Sumur, Kali Pepek dan Tuk Sibido (Tuk Pitu). . Menurut kepercayaan warga setempat, hal ini merupakan sebuah perlambang penyucian dan pembersihan si anak dari segala bentuk bala dan hal negatif yang ada di tubuhnya.
Courtesy : YoGreat Imagine |
Acara kemudian berpindah tempat dan berlanjut di Komplek Candi Arjuna dimana sudah disiapkan aneka sesaji pada meja beralas kain putih. Dan puncak acarapun dimulai. Dengan iringan lantunan tembang Jawa yang berisi pujian, pesan dan doa, pembawa acara dengan runtut mengantarkan proses pemotongan rambut ke 7 anak yang menjadi tokoh utama pada saat itu.
Satu persatu anak gimbal tersebut di bawa naik ke beranda Candi Puntadewa dimana Tokoh Adat Dieng Kulon, Mbah Naryono sudah berada di sana. Kemudian dengan taburan bunga setaman dan cipratan air suci, beberapa orang pejabat Pemkab. Banjarnegara melakukan proses pemotongan hingga bersih. Pada kesempatan kali ini, nampak juga beberapa orang "asing" dari negara sahabat yaitu Dubes Slovakia (beserta putrinya) dan
Bupati Banjarnegara melakukan pemotongan rambut gimbal |
Courtesy : YoGreat Imagine |
Courtesy : YoGreat Imagine |
Setelah
pencukuran, acara dilanjutkan dengan doa dan tasyakuran. Lalu, semua
‘uborampe’ prosesi dibagikan kepada para pengunjung. Konon ceritanya itu
dapat membawa berkah pada yang membawanya.
Ritual
terakhir dalam ruwatan anak gimbal adalah melarung potongan rambut.
Larung dilakukan di tempat yang terdapat air yang mengalir ke pantai
selatan Jawa. Lokasi larung rambut gimbal ini dilakukan di Sendang
Sukorini, Kali Tulis. Biasanya juga dilakukan di Telaga Warna.
Tempat-tempat itu memiliki hubungan dengan Samudera Hindia.
Setelah selesai prosesi acara, saya iseng iseng menjelajah lokasi pesta rakyat Dieng bersama dua orang kawan, disana kami menemukan satu keluarga yang dua anaknya berambut gimbal. yup, ternyata masih ada anak berambut gimbal yang sudah "cukup besar" (kira-kira seumuran SD kelas 4 atau 5). Asli tanpa rekayasa.
Karena tertarik, kami minta ijin dulu kepada bapaknya yang hanya memperbolehkan mengambil foto anak sulungnya saja.
Anak Gimbal Asli Dieng |
Perhatikan saja ramainya pengunjung "bermoncong" pada saat berlangsungnya Dieng Culture Festival 2013. ramai dan luar biasa.
Dan bisa dibayangkan betapa susahnya untuk bisa mendapatkan hasil foto yang sempurna dengan kamera "seadanya" dan hape andalan tentunya. Disitu saya harus berkompetisi dengan ratusan atau mungkin ribuan pasang mata pengunjung serta fotografer profesional atau sok profesional
dengan piranti yang kadang tampak berlebihan : kamera
canggih dengan moncong sangat panjang yang masih saja merangsek ke depan tanpa menyadari bahwa lensa tele yang mereka miliki bisa mengambil gambar dari jarak ratusan meter !
Bah !!
Courtesy : YoGreat Imagine |
Tapi ambil saja sisi positifnya. Ini salah satu kekayaan budaya Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain dan bisa menjadi alat untuk mendongkrak potensi pariwisata. Tentu saja efeknya adalah bisa menumbuhkan perekonomian masyarakat dalam bidang kepariwisataan. Betul nggak ?
Dan itu tentu kembali lagi pada niat dasar pada masing-masing pribadi saja. mau menjurus ke arah syirik atau tidak.... monggo....
Tett.......Alarm pada jam tangan saya sudah berbunyi pertanda menunjukkan pukul 3 sore. Mengingat dan menimbang bahwa perjalanan pulang cukup panjang dan berat maka saya pikir sudah waktunya untuk berpamitan pada negeri di atas awan ini. Cukup berat rasanya bahwa harus meninggalkan keindahan suasana pada waktu itu, juga berpisah dengan beberapa sahabat lama yang memang sudah belasan tahun berpisah.
Yoga YoGreat ArdiNugroho dan Bedy Soedarto Putra.
maybe next time we can hunt again bro.....
*special regard to YoGreat Imagine for very great photo on this article
4 Comments
mengagumkan.kombinasi foto, kalimat pengantarnya serta keindahan Dieng yang selalu menarik untuk dikulik.anda berhasil menggabungkannya menjadi sebuah kombinasi yang sempurna dan menggugah.Salut untuk anda dan Dieng.
BalasHapusterimakasih bang rico. saya hanya mencoba menuangkan apa yang saya lihat, apa yang saya alami dan apa yang saya potret disini.dengan harapan bahwa hal tersebut bisa dialami juga oleh pembaca blog saya.
Hapusterimakasih sudah berkunjung
Mas Ngatmow, jenengan ternyata sangat berbakat jadi jurnalis. Atau memang wartawan? Yuk, terus semangat menulis dan memotret Banjarnegara. Semoga Banjarnegara kian berkibar di antara daerah-daerah lain di Indonesia mau pun di dunia......(Bude Binda)
BalasHapuswah ada kunjungane bu dhe....saya bukan wartawan kok, tuh diatas sudah saya tulis siapa saya hehehe.... dan terimakasih doanya bu dhe, semoga banjarnegara bisa semakin dikenal dan menjadi destinasi budaya baru di negeri ini.....
Hapus