Beberapa hari pasca bencana longsor dahsyat yang
meluluhlantakkan dusun Jemblung, desa Sampang Banjarnegara, bagaimana
luasnya skala bencana tersebut mulai terkuak. Khususnya setelah dua tim
yang berbeda melaksanakan pemotretan (pencitraan) di atas lokasi
bencana. Pencitraan pertama dikerjakan oleh tim KataDesa (Banjarnegara) bekerjasama dengan BukaPeta (Jakarta) dengan menggunakan pesawat udara nir-awak (PUNA) atau drone
tepat di atas lokasi longsor pada Rabu 17 Desember 2014 Tarikh Umum
(TU) lalu. Kedua relawan lembaga nirlaba tersebut melakukan pemotretan udara (pencitraan aerial)
selama tiga hari penuh hingga 20 Desember 2014 TU, yang menghasilkan
sejumlah data dalam bentuk rekaman-rekaman foto dan video.
Sejumlah
citra foto dan videonya telah dipublikasikan semenjak awal. Sementara
pencitraan kedua dilaksanakan oleh tim respon cepat bencana LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) pada saat yang hampir sama. Memanfaatkan satelit penginderaan jauh Pleiades
milik badan antariksa Perancis yang melintas jauh di atas lokasi
bencana pada 16 Desember 2014 TU, tim LAPAN mencitra dan mengolah
datanya dalam kanal cahaya tampak (visual) untuk kemudian memublikasikan
hasilnya per 19 Desember 2014 TU. Hasil kerja dua tim yang berbeda
tersebut saling melengkapi sehingga memberikan perspektif baru dalam
upaya kita memahami bencana tanah longsor dahsyat Jemblung (Sampang)
2014 ini.
Citra aerial dan citra satelit tersebut menyajikan batas-batas
longsor dan beberapa perspektif tiga dimensi sektor longsor tertentu.
Tatkala batas-batas tersebut dimasukkan ke dalam program pemetaan
seperti Google Earth, diperoleh bahwa longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014 mencakup area seluas hampir 18 hektar. Dari area seluas itu sekitar 2,2 % di antaranya, yakni hampir 4.000 meter persegi,
merupakan bagian yang tak terjamah aliran maupun timbunan tanah dalam
bencana ini, yang mencakup sebuah rumah berdinding putih dan kebun
jagung.
Dua Luncuran
Selamatnya rumah dan kebun jagung ini dari terjangan tanah longsor
telah mengundang decak kagum. Banyak yang menyebutnya sebuah keajaiban.
Cerita-cerita yang tersebar luas tak berkeruncingan di media sosial
menuturkan rumah itu adalah milik kiai kampung yang rajin berdakwah
kepada penduduk sekitar. Namun penelusuran lebih lanjut menunjukkan
pemilik rumah tersebut adalah seorang petani yang tinggal bersama istri,
anak, menantu dan cucunya. Meski rumah tersebut selamat dari terjangan
tanah, namun tidak demikian dengan penguninya. Hanya sang menantu yang
sedang hamil 9 bulan dan satu keponakannya yang luput dari maut meski
sempat tertimbun tanah setebal 1 meter. Sementara petani, istri, anak
dan seorang cucunya lagi menjadi korban bencana dahsyat ini.
Citra aerial dipadukan dengan citra satelit menempatkan rumah dan
kebun yang selamat itu dalam perspektif baru pada bencana longsor
dahsyat ini. Dalam analisa sementara penulis, rumah dan kebun yang
selamat beserta sepenggal tanah sempit di atasnya merupakan pembatas
bagi sekurangnya dua kejadian luncuran tanah yang berbeda namun
berlangsung dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan yang sebelah
menyebelah. Yakni luncuran tanah sisi timur (arah Dieng) dan luncuran tanah sisi barat
(arah Banjarnegara). Dua luncuran tanah ini ternyata senada dengan
hasil analisis sementara BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana)
seperti yang dipaparkan Kepala Pusdatin (pusat data dan informasi) BNPB
Sutopo Purwo Nugroho pada 15 Desember 2014 TU lalu. Arah gerak kedua
luncuran tanah tersebut pun terlihat berbeda. Namun pada akhirnya kedua
luncuran tanah itu saling berkoalisi hingga menghasilkan kerusakan cukup
besar dan luas.
Google Earth memperlihatkan dusun Jemblung secara topografis
terletak di sebuah lembah berarah barat-timur yang dipagari dua buah
gunung (bukit), masing-masing di sisi selatan dan utaranya. Bukit di
sisi selatan dikenal sebagai Gunung Telagalele. Lembah ini tidak rata
melainkan berhias sejumlah gundukan. Di sela-selanya mengalir sungai
Petir, sebuah sungai kecil yang bermuara ke sungai Merawu. Sungai Merawu
sendiri merupakan salah satu anak sungai utama dari sungai Serayu yang
besar. Sehingga sungai Petir dan seluruh dusun Jemblung pada dasarnya
merupakan bagian dari DAS (Daerah Aliran Sungai) Serayu.
Lembah dimana
dusun Jemblung berada juga bukanlah lembah datar ataupun landai, karena
ujung timurnya 30 meter lebih tinggi ketimbang ujung baratnya. Selain
lebih rendah, ujung barat lembah dimana dusun Jemblung berada juga tepat
bersisian dengan sungai Petir. Berbeda dengan ujung timurnya. Faktor
ini yang nampaknya berperan penting terhadap aliran tanah pada bencana
longsor dahsyat 12 Desember 2014 TU.
Sebelum luncuran tanah terjadi, dusun Jemblung telah lebih dulu
dikejutkan oleh dua peristiwa luncuran tanah dalam skala kecil yang
mengambil lokasi di dusun Jemblung sebelah barat. Apakah masih berkaitan
ataukah tidak, apakah salah satu atau kedua longsor kecil itu
menyebabkan gangguan stabilitas lereng utara Gunung Telagalele ataukah
tidak, yang jelas ia segera diikuti luncuran tanah yang jauh lebih
besar. Luncuran tanah terakhir ini secara umum dapat dibedakan menjadi
luncuran tanah sisi timur dan luncuran tanah sisi barat.
Luncuran tanah sisi timur melaju tepat ke utara, menuju dusun Jemblung sebelah timur
yang ada di kakinya. Namun volume tanah dalam luncuran tanah sisi timur
ini mungkin lebih kecil ketimbang luncuran tanah sisi barat. Sehingga
energinya pun mungkin lebih kecil yang membuatnya sebatas menimbuni
jalan raya Banjarnegara-Dieng/Banjarnegara-Pekalongan dan bentang lahan
di sisi selatannya. Ia tak sanggup ‘meloncat’ untuk menimbuni mayoritas
rumah di dusun Jemblung sebelah timur yang ada di gundukan sisi utara
jalan raya. Bahkan terdapat tanda-tanda benturan massa tanah longsoran
ke gundukan dimana rumah-rumah dusun Jemblung sebelah timur berada.
Benturan ini menyebabkan sebagian massa tanah longsor tersebut nampaknya
terbelokkan ke arah barat, menurun menuju dusun Jemblung sebelah barat.
Hal itu berbeda dengan luncuran tanah sisi barat. Pada awalnya
luncurannya mungkin kecil dengan arah ke utara-barat laut. Namun
tumpukan material longsornya amat mendesak lereng yang lebih rendah.
Sehingga lereng yang sudah labil itu pun turut runtuh, menghasilkan
longsor dalam volume lebih besar juga dengan arah ke utara-barat laut.
Hal yang sama berulang, tumpukan materialnya mendesak lereng yang lebih
rendah lagi hingga turut longsor. Pada akhirnya luncuran tanah sisi
barat membawa volume tanah yang lebih besar ketimbang sisi timur. Pun
demikian energinya, sehingga daya gerusnya pun lebih besar. Massa tanah
pun terdorong jauh tanpa terhenti meski telah menghantam dusun Jemblung sebelah barat
dengan telak. Selain dari luncuran tanah sisi barat, dusun Jemblung
sebelah barat juga diterjang sebagian kecil massa tanah dari longsoran
tanah sisi timur yang tadi terbelokkan. Akibatnya dusun Jemblung sebelah
barat pun dihapus dari peta, sebagian tertimbun tanah dan sebagian lagi
tergerus. Massa tanah di sini pun meluncur jauh hingga memasuki sungai
Petir untuk kemudian menghilir sejauh sekitar 150 meter. Sehingga selain
di bekas dusun Jemblung sebelah barat, banyak jasad korban longsor yang
ditemukan di sekitar sungai Petir.
Hingga Minggu 21 Desember 2014 TU tengah hari, secara akumulatif tim telah menemukan 95 jenazah.
Paling tidak 13 jasad lainnya masih belum ditemukan. Namun atas
kesepakatan bersama warga dusun Jemblung, BNPB memutuskan untuk
menghentikan proses pencarian jasad korban. Pertimbangannya adalah
luasnya kawasan yang terkena longsor, tebalnya timbunan tanah, cuaca
yang kurang menentu dan ancaman longsor susulan akibat keberadaan telaga
baru di bawah mahkota longsor sisi barat. Fokus penanganan bencana
longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014 kini dialihkan pada relokasi
penduduk dari 35 KK (kepala keluarga) yang selamat, mencakup 32 KK yang
rumahnya tertimbun longsor dan 3 KK yang rumahnya rusak berat. 21 KK
sisanya tidak turut direlokasi karena seluruhnya menjadi korban bencana
dahsyat ini.
Pelajaran
Selain bermanfaat memperkirakan bagaimana mekanisme sebuah bencana
khususnya pada bencana yang berskala besar, penggunaan citra aerial
dan/atau citra satelit memberikan pelajaran berharga dari Banjarnegara.
Citra aerial dan/atau citra satelit sangat membantu dalam pencarian
jasad korban. Dalam bencana longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014 ini,
citra aerial dan satelit membantu memberikan gambaran antara pra dan
pasca bencana. Sehingga gambaran dimana rumah-rumah yang
tertimbun/tergerus tanah longsor dapat segera diperoleh. Mengingat cuaca
yang kurang mendukung dengan langit kerap mendung, satelit penginderaan
jauh tak bisa secepatnya membantu apalagi jika bekerja pada kanal
cahaya tampak. Sebab pandangan satelit ke lokasi bencana akan kerap
terganggu oleh tutupan awan. Sebaliknya PUNA/drone tidak begitu
terganggu karena ketinggian jelajahnya lebih rendah dibanding awan.
Sepanjang tidak turun hujan deras, PUNA/drone dapat dioperasikan tepat
di atas lokasi bencana.
Dalam bencana longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014 ini, sebelum
tim KataDesa dan BukaPeta meluncurkan PUNA/drone-nya, sesungguhnya telah
ada PUNA/drone lain yang terbang di atas lokasi bencana. Yakni dari tim
respon cepat bencana UGM (Universitas Gadjah Mada) serta dari tim BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana). Hasil pencitraan aerial tim ini
memang tidak dipublikasikan, namun nampaknya kemudian menjadi acuan
bagi BNPB untuk menyusun bagan bencana longsor. Dengan bagan tersebut,
maka dusun Jemblung yang terlanda bencana dibagi ke dalam sektor-sektor
tertentu. Sehingga upaya tim relawan dalam pencarian jasad-jasad korban
dapat dilakukan dengan lebih fokus.
Selain sangat membantu dalam pencarian jasad para korban dengan
memetakan batas-batas kawasan yang terlanda bencana longsor, pelajaran
berharga lainnya dari Banjarnegara adalah bahwa citra aerial yang
diproduksi PUNA/drone juga membantu mengevaluasi bagaimana tutupan
vegetasi (tumbuh-tumbuhan) di sebuah lereng. Juga bagaimana keadaan
lereng tersebut, khususnya lereng yang telah menunjukkan gejala
pendahuluan akan bencana tanah longsor dalam bentuk retak-retak tanah
dalam beragam skala. Ini akan sangat membantu dalam menyiapkan
kewaspadaan bagi masyarakat disekitarnya.
Takdir kebumian Banjarnegara
khususnya kawasan Karangkobar-Merawu dengan batuan dasarnya yang rapuh
membuat kejadian longsor di sini menjadi begitu banyak dan beberapa
diantaranya unik. Dalam pandangan umum, tanah longsor bisa diminimalkan
atau bahkan dielakkan jika lereng yang setengah terjal atau bahkan
terjal ditanami dengan vegetasi (tumbuhan) berakar tunjang. Namun di
sebagian Banjarnegara, hal tersebut tidak selalu berlaku. Dalam bencana longsor dahsyat Gunungraja (Sijeruk) 2006
misalnya, longsor berskala besar tetap terjadi meskipun lereng Bukit
Pawinihan masih tertutup tumbuhan-tumbuhan tinggi yang relatif rapat dan
berakar tunjang. Tebalnya tanah pelapukan membuat tumbuh-tumbuhan itu
tak sempat mengakar kuat hingga ke lapisan batuan yang masih keras
dibawahnya. Sehingga tatkala tanah pelapukan itu jenuh dengan air,
longsor pun tetap terjadi.
Pasca bencana longsor dahsyat Jemblung (Sampang) 2014 ini, beberapa
titik retakan baru telah muncul di lereng Gunung Telagalele. Misalnya di
teras SD Negeri 3 Sampang (dusun Tekik), di jalan desa ke dusun Gondang
dan tepat di atas mahkota longsor Jemblung. Di luar Gunung Telagalele,
retakan-retakan juga terdeteksi di dusun Slimpet desa Tlaga (kecamatan
Punggelan) dan di desa Bandingan (kecamatan Sigaluh). Titik-titik
retakan baru ini bisa jadi merupakan gejala pendahuluan tanah longsor
yang akan datang.
Titik-titik ini perlu segera ditangani dengan jalan segera ditutup
tanah hingga rata. Juga perlu untuk terus dipantau apakah ada
tanda-tanda pendahuluan lainnya seperti mulai merosotnya lereng, mulai
miringnya pepohonan/tiang listrik ataupun mulai menegangnya kabel
listrik yang melintas di atas lokasi. Selain itu bagaimana skenario
terburuk terkait besarnya luncuran tanah dan arahnya pun musti mulai
dipikirkan. Dalam konteks inilah pencitraan aerial berbasis PUNA/drone
menjadi penting peranannya untuk mengevaluasi status lereng tersebut.
Apalagi dengan kemampuannya yang melebihi resolusi citra satelit
penginderaan bumi dan ongkos operasionalnya yang relatif murah. Agar kelak korban tak lagi berjatuhan…
Special Regard to ekliptika.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar